Refleksi Ekonomi 10 Tahun Joko Widodo: Evaluasi Kritis dan Pandangan Masa Depan
Seoul, 20 Agustus 2024 — Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Seoul menggelar diskusi bertajuk “Diskusi Terkini dan Capaian 10 Tahun Pemerintahan Joko Widodo di Bidang Perekonomian,” yang menampilkan Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Bidang Perekonomian, Dr. Ir. Edy Priyono, M.E. Acara ini berlangsung di Ruang Pertemuan Lantai 2 KBRI Seoul dan dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat Indonesia di Korea Selatan, termasuk anggota Asosiasi Peneliti Indonesia di Korea (APIK).
Kegiatan ini dimulai pada pukul 13.00 WKS dengan registrasi peserta dan makan siang bersama, memberikan kesempatan kepada para peserta untuk saling berinteraksi secara informal sebelum memasuki diskusi utama. Tepat pukul 14.00 WKS, acara dibuka secara resmi oleh Kuasa Usaha Ad-Interim KBRI Seoul, Ibu Zelda Wulan Kartika, yang dalam sambutannya menegaskan pentingnya refleksi terhadap pencapaian ekonomi Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo selama satu dekade terakhir.
Diskusi utama dimulai dengan presentasi dari Dr. Ir. Edy Priyono, M.E., yang memaparkan berbagai capaian ekonomi selama sepuluh tahun terakhir. Ia menyoroti pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil pada rata-rata 5% per tahun, meskipun belum mencapai target ambisius pemerintah sebesar 7%. Dr. Edy juga menekankan peningkatan investasi yang signifikan dalam dua tahun terakhir, namun mengakui bahwa Indonesia masih perlu mengejar ketertinggalan dibandingkan negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Singapura. Inflasi yang terkendali di bawah 3% juga menjadi salah satu pencapaian yang disoroti, meskipun isu de-industrialisasi yang tengah terjadi menggarisbawahi tantangan besar yang dihadapi Indonesia.
Sesi tanya jawab berikutnya membuka ruang bagi berbagai pandangan kritis dari peserta diskusi, termasuk dari perwakilan APIK. Sekretaris APIK, Heri Akhmadi, mengemukakan pandangannya mengenai iklim investasi di Indonesia. Ia menyebutkan bahwa meskipun ada peningkatan tren investasi, capaian Indonesia masih jauh di bawah Singapura, dengan Foreign Direct Investment (FDI) Indonesia hanya mencapai seperempat dari yang diterima oleh Singapura. Heri juga mengungkapkan kekhawatirannya mengenai target pemerintah untuk mencapai status negara maju pada tahun 2045, yang menurutnya terancam oleh fenomena “middle income trap” atau jebakan kelas menengah, di mana pertumbuhan ekonomi terhambat oleh stagnasi produktivitas dan inovasi.
Pandangan kritis lainnya disampaikan oleh Adrianus, anggota APIK, yang menyoroti masalah de-industrialisasi dan iklim birokrasi yang masih kurang mendukung pertumbuhan ekonomi yang optimal. Diskusi semakin intensif dengan kontribusi dari elemen mahasiswa seperti PERPIKA, HEAT Scholarship Awardee, dan LPDP Awardee, yang turut memberikan masukan dan kritik terhadap capaian dan tantangan ekonomi Indonesia di masa depan.
Acara yang berlangsung hingga pukul 16.00 WKS ini ditutup dengan sesi foto bersama pada pukul 16.15 WKS, menandai akhir dari sebuah diskusi yang penuh refleksi mendalam dan pandangan kritis terhadap masa depan ekonomi Indonesia. Diskusi ini diharapkan dapat menjadi landasan evaluasi penting bagi pembuat kebijakan dalam merumuskan strategi ekonomi yang lebih efektif untuk mencapai visi Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2045. Acara ini menunjukkan bahwa di tengah berbagai pencapaian, masih terdapat ruang yang luas untuk perbaikan dan inovasi guna memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.
Tim Media APIK
- Menembus Batas: APIK Gelar Seminar Daring “Perjalanan dari Timur ke Barat” dengan Pembicara Dr. Kurniawan - 2024-11-04
- Inovasi AI dan Pendidikan: APIK Adakan Mini Workshop dan Perkenalkan Pengurus Baru - 2024-10-31
- Refleksi Ekonomi 10 Tahun Joko Widodo: Evaluasi Kritis dan Pandangan Masa Depan - 2024-08-30
0 Comments